Oleh: Ahmad Syafiul Anam
JAKARTA – Menjadi sebuah hal yang wajar ketika seorang membalas keburukan dengan keburukan serupa sebagaimana seorang membalas kebaikan dengan kebaikan yang serupa, bahkan lebih baik lagi. Islam mengajarkan untuk senantiasa membalas kebaikan orang lain. Ketika seseorang memberi uang 10 ribu rupiah kepada kita, kemudian suatu saat kita memberikan kepadanya 20 ribu rupiah, maka itu merupakan perbuatan yang mulia.
Membalas kebaikan dengan kebaikan memang sangat dianjurkan dalam agama. Begitu juga membalas keburukan yang kita terima dengan kebaikan. Hal ini menempati derajat yang sangat mulia. Misalkan, kita bersilaturahim kepada orang yang memutus silaturahim dengan kita, mengucapkan kata-kata lembut dan manis kepada orang yang selalu menyakiti kita dengan ucapannya yang kotor, atau kita memberikan sedekah kepada orang yang senantiasa bakhil kepada kita.
Termasuk hal yang sangat mulia adalah menghilangkan dendam dalam diri kita. Dendam adalah sebuah sikap marah dan tidak suka kepada orang lain. Dendam yang kita simpan dan sewaktu-waktu bergejolak akan mengakibatkan kita kehilangan kontrol dan mudah melakukan berbagai macam kekerasan.
Api dendam sungguh sangat menghancurkan kehidupan seseorang, keluarga, bahkan masyarakat. Dendam juga akan menghilangkan akal sehat seseorang sehingga akan menerjang segala rambu larangan. Seorang anak kadang dengan kejamnya memutilasi orang tuanya karena dendam, ibu tega membunuh anaknya karena dendam berebut harta warisan, teman rela melakukan konspirasi membunuh orang terdekatnya juga karena dendam. Begitu bahayanya dendam sehingga Alquran memasukkan di antara golongan yang bertakwa adalah yang mampu menahan amarahnya.
“Dan bersegeralah kalian menuju surga yang seluas langit dan bumi, ia disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) Mereka orang-orang yang menginfakkan dalam keadaan senang maupun susah, orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan orang-orang yang memaafkan manusia. Allah mencintai orang-orang yang baik.” (QS Ali Imran: 133-134).
Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda, “Orang yang kuat bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menjaga dirinya dari marah.” Beginilah seharusnya kita menampilkan akhlak seorang Muslim yang senantiasa lembut dan jauh dari aroma dendam dan provokatif. Hendaknya kita menghindarkan diri dari segala perbuatan teror maupun radikal karena justru semakin kita kasar kepada manusia maka mereka akan lari menjauhi kita. Dakwah yang kita usung akan mereka tolak jika kita menyampaikan dengan cara yang kurang santun dan kasar.
Rasulullah SAW ketika penaklukkan Kota Makkah telah memberikan contoh bagaimana berharganya nilai sebuah kesantunan. Saat orang-orang Makkah sudah pasrah dan menyerah menunggu apa yang akan dilakukan Rasulullah SAW, Nabi pun memberikan maaf kepada mereka. Padahal, dulu saat beliau bersama sahabatnya berada di Makkah selalu diganggu, ditindas, dan dihalangi melakukan berdakwah.
Dengan sifat lembutnya tersebut, Rasulullah berhasil memperkenalkan potret Islam yang lembut sehingga hal inilah yang menjadikan banyak orang tertarik kepada Islam. Setelah itu, banyak orang-orang dari suku yang belum masuk Islam berbondong-bondong masuk Islam setelah melihat kekuatan dan kelembutan Islam.
Sifat dendam tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya dengan sifat lembut segala sesuatu menjadi indah dan mudah. Wallahu a'lam.
Sumber : republika.co.id